Baca Novel Living with the DEVIL Karya Siti Umrotun Full Episode Gratis

Baca Novel Living with the DEVIL Karya Siti Umrotun Full Episode Gratis

Download dan Baca Novel Living with the DEVIL Karya Siti Umrotun Full Episode Gratis

Hallo semua.. Bagaimana kabarnya semoga baik dan sehat selalu yaa... Pada artikel kali ini babas404.blogspot.com akan membagikan sebuah novel Living with the DEVIL PDF, Novel ini lumayan populer dan banyak dicari oleh para pembaca novel menjadikan novel ini sangat menarik untuk kamu baca.

Cocok banget buat kamu yang sedang mencari rekomendasi novel terbaru, tapi gak tau mau baca novel apa.

Di babas404 kamu dapat membaca novel online secara gratis bisa lewat handphone android dengan membuaka browser chrome atau safari yang menyediakan layanan membaca novel berbayar dan gratis.

Sinopsis Novel Living with the DEVIL

Rivaldo Januar (31 tahun)
    -Bujangan terpanas
    -Tampan
    -Mapan
    -Tegas
    -Suka mengatur, pantang diatur 
    
    Ashila Aruna (24 tahun)
    -Gadis polos
    -Fangirl tukang halu
    -Ceroboh
    -Pelupa
    -Kekanakan
    
    Lucunya takdir membuat keduanya tinggal bersama. 
    Shilla yang polos terpaksa harus menghadapi Rivaldo yang panas dan berhasil meracuni otak polosnya.

Cuplikan Novel Living with the DEVIL

"Sialan!”

Pria berstelan rapi mengumpat kesal setelah mengecek keadaan ban depan mobilnya. Sebagai ungkapan kekesalannya, pria jangkung itu menendang ban mobilnya cukup keras. Dalam hati, ia terus saja mengumpat. Kepalanya mendongak. Gumpalan awan hitam menjadi objek yang pertama kali tertangkap netranya. Mendung. Melihat isyarat yang ditunjukkan oleh alam, kemungkinan tidak lama lagi akan turun hujan. Menyadari itu, pria jangkung itu merasa nasib sial terus saja merundung dirinya. Setelah gagal menjalin kontrak dengan client incarannya, ia harus berakhir di tepi jalanan yang sepi dengan keadaan ban mobilnya yang pecah dan sebentar lagi mungkin akan ditambah terjebak hujan.

Pria itu—Rivaldo Januar, melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Setengah tubuhnya bersandar di mobil saat tangannya sibuk mengotak-atik ponsel yang baru saja dikeluarkan dari saku. Orang yang pertama kali ia hubungi adalah Dara sekretarisnya. Panggilan yang tidak membuahkan hasil membuat umpatannya kembali keluar. Tidak berhenti berusaha, Rivaldo pun menghubungi orang lain. Pilihannya jatuh pada pria yang yang akhir-akhir ini sering terlibat dengannnya. Hanya butuh lima detik menunggu, panggilannya terhubung.

“Hallo, Dev. Lo di mana?” tanya Rivaldo sedikit berbasa-basi. 

“Udah nyampe rumah. Kenapa? Ada masalah di kantor bokap lo?” 

“Nggak. Gue butuh bantuan lo.”

“Bantuan? Apa yang bisa gue bantu buat lo?”

“Jemput gue, ban mobil gue pecah. Gue udah share location. Buruan!” desaknya.

Tak menunggu kalimat persetujuan dari orang yang ia mintai bantuan, Rivaldo memutus panggilan secara sepihak. Ia yakin 100% perintahnya pasti dilaksanakan walaupun pria yang ia hubungi tadi tidak bekerja langsung padanya. Pria tadi adalah Devano Argasatya—salah satu tangan kanan yang bekerja langsung pada ayah dari Rivaldo sendiri. Statusnya sebagai anak boss besar, pasti tidak akan membuat Devano menolak apapun yang ia perintahkan.

Kedua telapak tangan Rivaldo menengadah untuk memastikan apa yang ia rasakan. Ternyata benar, gerimis kecil sudah turun, dan Rivaldo bisa melihat titik-titik air sudah mulai berjatuhan. Tidak mau membuat nasibnya lebih mengenaskan, Rivaldo berjalan cepat untuk berlindung di dalam mobilnya dari gerimis. Kaca mobilnya segera ia naikkan hingga tertutup rapat agar tidak ada celah air masuk. Gerimis kecil kini sudah berubah menjadi hujan disertai angin kencang dan suara guntur yang bersahutan. Rivaldo hanya bisa diam, menunggu Devano datang menjemputnya.

Rivaldo mengemasi barang-barang penting di mobilnya saat sebuah sedan yang baru saja  datang dan berhenti tak jauh dari mobilnya. Ia hafal persis kendaraan itu milik Devano. Dugaannya tidak meleset, hanya beberapa detik kemudian sosok Devano keluar dari mobil bersama dua payung dan langsung berlari kecil ke arahnya. Rivaldo pun membuka pintu mobilnya. Payung pemberian Devano langsung ia raih untuk melindungi tubuh dan tas jinjing yang berisi barang pentingnya.

“Gue udah hubungin orang bengkel buat urus mobil lo. Gimana kalau sekarang lo singgah dulu di tempat gue, lebih deket soalnya daripada ke rumah lo,” tawar Devano menaikkan suaranya mengingat suara hujan pasti membuat suaranya teredam.

“Oke,” putus Rivaldo lalu mengekori Devano.

Memperlakukan putra sulung atasannya dengan begitu baik, Devano membukakan pintu mobil untuk Rivaldo. Tas jinjing bawaan Rivaldo yang tadi diambil alih olehnya, disimpan di jok belakang. Setelah memastikan semuanya beres, Devano pun memutari mobilnya dan bergegas masuk untuk membawa Rivaldo ke rumahnya.

**

Devano mengayunkan kakinya pelan menuju ruang tamu sembari membawa nampan berisi suguhan untuk Rivaldo. Sesampainya di ruang tamu, dengan cekatan Devano meletakkan secangkir kopi di hadapan Rivaldo. Handuk kecil yang tersampir di pundaknya ia berikan pada Rivaldo untuk mengeringkan rambut pria itu yang basah.

“Sorry ... berantakan. Belum ada yang sempet beres-beres,” ujar Devano menyadari tatapan penuh penilaian yang tengah Rivaldo tujukan ke arah sekelilingnya. Kondisi ruang tamu saat ini memang tidak bisa dikatakan rapi, tapi juga tidak terlalu berantakan.

“Nggak papa, santai.” Rivaldo berkata dengan tatapan yang masih menyapu sekitar saat tangan kanannya sibuk mengeringkan rambut.

Gerakan tangan Rivaldo terhenti begitu melihat bingkai foto yang menggantung di dinding. Foto seorang perempuan yang tengah tersenyum lebar bersama Devano, kembali mencuri perhatiannya. Rivaldo tahu, perempuan itu adalah Ashilla Aruna—adik kandung Devano sekaligus salah satu karyawati yang baru bekerja beberapa bulan di kantornya. Setiap singgah di rumah Devano, sosok dalam bingkai itu memang selalu berhasil mencuri perhatiannya. Sungguh, bukan paras cantik yang mencuri perhatian Rivaldo. Di luar sana, masih ada perempuan yang jauh lebih cantik dan menarik dari adik Devano itu. Tapi seperti ada magnet tak kasat mata yang menarik Rivaldo. Pria itu sendiri tidak mengerti dengan magnet seperti apa yang menarik perhatiannya. Sosok Shilla terlalu menarik perhatiannya sejak pertemuan pertamanya dengan perempuan itu.

“Do, minumnya.”

Fokus Rivaldo teralih dan pria itu langsung meraih cangkir kopi untuk menyembunyikan kegugupannya. Rivaldo mengerti, tawaran minum dari Devano adalah bentuk teguran halus untuknya yang terus saja menatap ke arah foto Shilla. Puas menyereput kopinya, Rivaldo meletakkan kembali cangkir di tangannya ke meja.

“Gue mau numpang ke kamar mandi. Kamar mandi belum pindah, kan?” tanya Rivaldo untuk memastikan. Pasalnya, seminggu yang lalu, Devano baru saja merenovasi rumahnya.  

Devano mengalihkan tatapan dari layar ponsel dan kini menatap Rivaldo lalu menjawab, “Lurus aja, sampe ujung belok kanan. Kamar mandi ada di sebelah dapur.”

Rivaldo mengangguk paham lalu bangkit dan melenggang menuju kamar mandi. Ia berjalan lurus sesuai arahan Devano. Langkahnya terhenti di ruang keluarga. Di sana—di sofa panjang, ada seseorang yang tengah tertidur lelap. Sosok itu lah yang membuat langkah Rivaldo terhenti. Setelah meyakinkan diri, Rivaldo menghampirinya. Ia jongkok di hadapan perempuan yang tengah tertidur pulas. Tanpa sadar sudut bibir Rivaldo terangkat saat melihat wajah tenang Shilla terpampang di hadapannya dengan jarak yang cukup dekat. Ia pun tidak tahu mengapa bersikap seperti sekarang. Konyol memang.

Tangan kanan pria itu terangkat dan mendarat hati-hati di wajah Shilla. Dengan gerakan sepelan mungkin, Rivaldo menyingkirkan rambut nakal yang sedikit mengganggu pemandangan wajah tenang Shilla. Sebelum Shilla bangun atau fatalnya Devano memergoki aksinya, Rivaldo pun memutuskan untuk menyudahi kegiatannya. Ia kembali berdiri dan melanjutkan niatannya yang tertunda.

***

Pukul 20.00 Rivaldo baru tiba di rumahnya dengan kondisi badan yang lelah. Pria itu langsung membanting tubuhnya di sofa ruang tamu. Tas kerja ia lempar ke ujung sofa disusul jas hitamnya. Merasa pening, Rivaldo memijat keningnya pelan. Hari yang cukup melelahkan dan menguras banyak tenaga dan pikiran. 

Rivaldo menoleh saat mendengar suara ribut dari ruang tengah. Suara itu membuat peningnya semakin menjadi. Penasaran dengan apa yang terjadi di sana, Rivaldo pun beranjak malas menuju ruang tengah. 

“Kebetulan kamu udah pulang, Do. Bantuin sini! Dari pagi nggak kelar-kelar,” ujar perempuan paruh baya yang tengah sibuk menata ulang ruang tengah. Perempuan itu adalah Isabella—Mami Rivaldo yang super rempong dan mempunyai selera aneh. 

“Kebiasaan, Mami suka kurang kerjaan,” cibir Rivaldo. Tadi pagi sebelum meluncur ke kantor, Rivaldo sudah menyaksikan bagaimana awal kerempongan maminya saat mengatakan akan menata ulang ruang tengah yang dinilai sudah membosankan. Ternyata sampai malam pun maminya belum menyelesaikan semuanya. Bukannya semakin indah dan rapi, ruang tengah malah semakin berantakan.

“Heh! Daripada julidin Mami, mending bantuin!” 

“Lanjutin besok aja, Mi. Udah malem juga, waktunya istirahat.”

“Nanggung, Bujang! Makanya bantuin biar cepet kelar. Papimu udah bantuin sampe encok, sekarang lagi tepar di kamar. Jadi, nggak ada kalimat penolakan. Kamu harus bantuin Mami,” cerocos Isabella seraya memasukan beberapa hiasan yang menurut seleranya sudah tidak elegan lagi dipajang di ruang tengah ke dalam kardus. Begitu kardus penuh, Isabella langsung menyuruh putra sulungnya, “Bawain ke gudang, Do! Tunjukin jiwa lakimu!” 

Rivaldo menghela napas. Mau tidak mau, ia harus patuh daripada harus meladeni mulut maminya. Dengan malas, pria itu menggulung lengan kemejanya sampai siku sebelum mengangkat kardus besar yang diperintahkan maminya. Kurang ajar! Rivaldo tidak menyangka jika kardusnya akan seberat ini. Jika tahu dari awal, Rivaldo tidak akan mau mengangkatnya. 

Sesampainya di gudang, Rivaldo langsung meletakkan kardus yang ia bawa di sudut ruangan. Lengannya yang terasa pegal ia pijit sejenak. Dirasa sudah baikan, Rivaldo pun balik badan. 

Prang. 

Sebuah bingkai foto tidak sengaja tersenggol sikunya dan berakhir pecah di lantai. Sedetik kemudian Rivaldo jongkok untuk membereskan bingkai itu. Bisa bahaya kalau serpihan kaca itu dibiarkan begitu saja. 

“Shit!” umpat Rivaldo. Kurangnya kehati-hatian membuatnya harus menanggung akibat—jari telunjuknya tergores serpihan kaca. Darah segar keluar dari jejak goresan di telunjuknya. Ibu jarinya menekan kuat membuat darah yang keluar lebih banyak dan jatuh menetes ke foto yang yang tergeletak di lantai. 

Serpihan kaca yang berserak di atas foto segera dienyahkan. Pria itu menatap lekat ke arah foto yang tak sengaja ia temukan. Sebelah alis Rivaldo terangkat. “Pernikahan siapa?” tanya Rivaldo bingung.

Rivaldo bangkit dan perhatiannya langsung dicuri oleh buku album yang tergeletak di meja. Setelah membersihkan debu yang menutupi cover album, Rivaldo mengintip halaman pertama. Tanda tanyanya semakin besar dengan apa yang baru saja ia temukan. Ia sudah berusaha mengingat namun tidak ada hasilnya. Hingga Rivaldo pun memutuskan untuk mengamankan temuannya itu.
***

Ashilla Aruna
24 tahun, karyawati, punya otak polos yang selalu menjadi area penyebaran virus mesum teman-temannya. Jomblo, tapi punya segudang cowok ganteng yang ia akui sebagai kekasih. Khususnya cowok-cowok ganteng dari Korea yang menjadi objek kehaluan tingkat tingginya.
Kata orang Shilla itu cuma umurnya yang berkembang. Otaknya nggak berkembang. Stuck di bego binti polos. Udah bego, gampang dibego-begoin pula. Apalagi dibegoin tentang hal intim.
"Jakunnya Pak Rivaldo bikin gemes," ujar Iriana teman sekantor  Shilla lalu menggigit sedotan dengan tatapan tak mau lepas pada objeknya yang baru saja turun dari mobilnya seorang diri. Nampak pria itu merapikan stelan kemejanya sebelum akhirnya melangkah menuju restoran. Jas hitamnya ia tenteng di tangan kirinya sebelum akhirnya diraih oleh seorang pria yang membuntuti langkahnya.
Shilla, Anggi, dan Dizza pun mengikuti arah pandang Iriana. Lagi-lagi pria itu--- Rivaldo Januar atasannya yang menyandang gelar bujang terpanas tahun 2019 versi perempuan pecinta pria tulen yang udah mateng, hot, dan gagah perkasa. Sekumpulan perempuan yang sama-sama berharap halu-nya bisa terwujud.
"Nanggung banget, nggak sekalian semua kancingnya dilepas. Siap bantu lepasin asal boleh megang," celetuk Dizza mengomentari dua kancing kemeja milik Rivaldo yang terlepas.
"Lengen kekernya itu lho, bikin ngiler. Sisain buat hamba, ya Allah. Ingin yang kayak gitu. Hot, mateng, ganteng, mana turunan sultan. Jiwa halu gue makin menjerit-jerit liat Pak Rivaldo." Kini giliran Anggi yang bersuara.
"Gue baru nyadar," ujar Shilla menatap lurus ke arah Rivaldo dengan bertopang dagu.
"Sadar apaan? Awas aja kalau omongan lo nggak berfaedah dan ngerusak imajinasi," ancam Anggi.
"Hot-nya Pak Rivaldo kayak pacar beda perasaan gue, si Kai EXO. Howetnya sama pas Kai pamer dada sandarable-nya yang keringetan."

"Lo mah nggak bisa jauh-jauh dari oppa. Apalagi kalau jiwa fangirl-nya udah jejeritan liat bias. Sampe hamil online cuma gara-gara liat roti sobek," cibir Dizza.
"Kapan bisa ngasih mama mantu kayak Pak Rivaldo coba?" Iriana menopang dagunya, menatap penuh minat pada Rivaldo yang semakin mendekat membuat degup jantungnya semakin cepat.
Pria berpakaian serba hitam yang mengikuti Rivaldo memberikan arahan dimana ia harus duduk karena memang sudah dipesankan meja untuknya. Saat melewati meja yang kebetulan dikerubungi bawahannya, Rivaldo melirik sekilas ke arah mereka berempat.
Rivaldo tahu bahkan sangat tahu jika namanya sering disebut bawahannya khususnya di setiap sesi ghibah. Ia tidak heran jika dirinya menjadi bahan ghibahan, yang ia herankan adalah kenapa perempuan selalu ghibah setiap kumpul bersama? Di mana pun mereka ada, di situ ada ghibahan. Bahkan di tempat-tempat kurang strategis pun mereka menyempatkan untuk ghibah, seperti di toilet, parkiran, depan kasir. Ajaibnya lagi mereka mampu ghibah dengan segala posisi. Mau duduk, tiduran, sambil jalan, nyambi makan, lagi kerja, dan pekerjaan apapun mereka mampu disambi ghibah.
Apalagi geng yang beranggotakan empat perempuan itu. Rivaldo menyebut empat perempuan itu duta ghibah. Mereka berempat gudangnya informasi baik dalam maupun luar kantor.
Satu hal tentang perempuan yang Rivaldo acungi jempol, prestasi stalking-nya yang tidak pernah mengecewakan. Detail sampai ke akar-akarnya apalagi jika menyangkut gebetan. Pantang mundur sebelum semua informasi berhasil ia dapatkan.
"Siang Pak Rivaldo. Tumben makan di sini?" sapa Shilla begitu ramah.
Rivaldo menganggukan kepala seraya melemparkan senyum tipisnya  ke arah salah satu karyawatinya. Kalau tidak salah ingat namanya Shilla---adik salah satu rekannya. Rivaldo mengingatkan lantaran tampang lugunya yang selalu minta diena-ena-in begitu membekas di ingatannya. Ia juga sudah berkali-kali bertemu dengan gadis itu baik di kantor maupun luar kantor.
"Karena ingin," sahut Rivaldo begitu singkat lalu melenggang menuju meja kosong yang baru saja ditunjuk oleh tangan kanannya.
"Rahim gue anget, cuma disenyumin doang padahal, lemah banget guenya," celetuk Dizza begitu Rivaldo menjauh dan dirasa tidak akan mendengar ucapannya.
"Rahim gue juga anget. Mana ovarium meledak-ledak, sampe tuba falopi juga ikutan. Hamil gue kayaknya."

"Shit." Rivaldo mengumpat dalam hati mendengar celetukan dari mereka. Bahasa apa itu? Sepertinya ia tidak asing lagi dengan bahasa itu. Kalimat itu sering ia dengar dari adiknya si pecinta korea. Rivaldo sering membaca status whatsapp adiknya yang berisi screenshoot postingan idolanya bertelanjang dada dengan caption seperti yang tadi ia dengar dari mulut bawahannya.
"Shil, doi masih sering mampir?" tanya Anggi. Mereka memang sudah tahu jika kakak Shilla berteman baik dengan pria itu.
"Kadang. Kenapa emangnya?"
"Kalau pas mampir, kabar-kabar dong. Kan mau mepet juga. Di kantor susah banget dipepet. Barangkali di luar kantor, jinak," ujar Anggi yang langsung mendapat toyoran dari Iriana.
"Nggak bakal gue ngasih tahu lo kalau Pak Rivaldo main ke rumah. Itu peluang gue. Hehehe."

"Maruk lo!

***

"Oh my my my
oh my my my
I've waited all my life
Ne jeonbureul hamkkehago sipeo
Oh my my my
Oh my my my
Looking for something right
Ije jogeumeun na algesseo"

Shilla terus menganggukan kepalanya penuh semangat saat mendengar lagu lewat earphone yang menyumpal kedua telinganya dengan volume maksimal. Bisa dibilang Shilla adalah makhluk tersantai yang santai, tetap santai, dan selalu santai saat bekerja. Di dalam kubikelnya, sembari mengerjakan laporan, Shilla masih sempat-sempatnya menikmati oppa-oppa----pacar beda perasaannya.
"Apalah gue, fangirl misquuen. Punya kuota aja udah alhamdulilah. Bisa lihat bias lewat video aja udah  cukup. Nanti kalau gue udah nikah sama turunan sultan sekasta sama Pak Rivaldo, jangankan album, gue undang mereka konser di depan rumah. Sultan bebas," gumam Shilla dalam hati.
Fokusnya saat ini dibagi menjadi dua. Untuk lagu yang tengah ia dengarkan dan untuk laporan yang tengah ia kerjakan.
"Astagfirullah," pekik Shilla terkejut saat melihat Pak Rivaldo berdiri di depan kubikelnya dengan tatapan tajam.
Shilla mengangkat alisnya bingung dengan bosnya yang berbicara tanpa suara. Maksudnya apa coba?

"Hah?! Gimana Pak? Bapak nggak ada suaranya. Naikin volumenya?" Suaranya lantang mengundang perhatian karyawan-karyawati lain.
Shilla menggaruk kepalanya. Rivaldo masih aja komat-kamit tanpa suara. Daripada kelihatan begonya, Shilla asal mengangguk saja sambil tersenyum antusias biar kelihatan pinter.
Hingga saat Rivaldo menunjuk kupingnya sendiri, Shilla baru sadar jika kedua telinganya disumpal earphone.
Pantas saja! Shilla bego!
Buru-buru Shilla melepaskan earphone-nya.
Menutupi kesalahannya, Shilla mengusung senyum semanis mungkin. Semoga senyumnya mampu meluluhkan Rivaldo dan membuat atasannya lupa kalau mau menyemprotnya dengan hujatan. Ganteng-ganteng gitu mulutnya Rivaldo emang pedes, tajem, pokoknya tipikal mulut nyinyir. Apalagi kalau menyangkut pekerjaan. Shilla pernah disemprot dengan makaian pedes ala netijen saat pekerjaannya molor setengah jam dari deadline yang diberikan. Alhasil Rivaldo kalap dan memarahinya habis-habisan. Padahal saat itu status Shilla masih karyawati baru dan mendapat omelan dari Rivaldo menjadi pengalaman terburuk yang tidak pernah ia lupakan.
"Ingetin saya buat motong gaji kamu bulan ini," pungkas Pak Rivaldo membuat jiwa miskin Shilla berteriak histeris.
Potong gaji?! Yang benar saja. Gajinya yang tidak dipotong saja pas-pasan buat beli makan, skincare, kuota, jajan, sama belanja. Gimana kalau dipotong?
"Di-dipotong Pak?"

"Apa saya kurang jelas ngomongnya? Telingamu masih normal, kan?"
Shilla menunduk tidak berani menatap bosnya lagi.
"Itu hukuman buat karyawati yang nggak profesional. Coba tadi saya ngomong apa pas kamu dengerin musik?"
Shilla gelagapan sendiri. Mana ia dengar tadi Rivaldo ngomong apa. Yang ia dengar tadi cuma suara calon suaminya alias Jeon Jung-kook yang berkolaborasi dengan mantannya; V, Park Ji-min, Jin, Suga, J-hope, dan RM.
"Nggak denger, kan?" sentak Pak Rivaldo mengagetkan Shilla.
"Nggak Pak. Emang tadi bapak ngomong apa? Nyuruh saya ngapain? Biasanya kan bapak ngomong ke saya kalau mau nyuruh doang," sahut Shilla.
Rivaldo menghela napas kasar.
"Cari tahu sendiri. Kalau udah tahu, segera ke ruangan saya! Gaji kamu jaminannya," pungkas Rivaldo lalu balik badan dan meninggalkan kubikel Shilla.
Shilla bangkit dari posisinya dan panik mulai menyerangnya.
"Diz, tadi Pak Rivaldo ngomong apa?" tanya Shilla melongok ke kubikel Diza.
"Gue nggak tahu, Shil. Tanya Anggi coba."
"Nggi, tadi Pak Rivaldo ngomong apa?"
"Gue juga nggak tahu, Shil."
"Kok nggak ada yang tahu sih?! Lo semua pada punya kuping, kan?"
"Lo punya mata kan Shil buat lihat kita punya kuping apa nggak?" celetuk Anggi dengan nada tidak suka.
Shilla semakin panik dan bingung. Kuku jari-jarinya ia gigiti seperti yang biasa ia lakukan saat gugup.
"Mending masuk aja sana, modal nekat sama yakin aja. Bismilah jangan lupa," usul Dizza.
"Atau lo kira-kira aja, apa yang Pak Rivaldo butuhin atau mau dari lo."
"Yang Pak Rivaldo mau dari gue? Kayaknya nggak ada deh. Pak Rivaldo mah udah punya segala-galanya, ya kali minta-minta sama gue. Barang berharga gue sekarang ini aja cuma ginjal."

"Susah ngomong sama orang overdosis micin. Jelasin Diz!" celetuk Anggi.
"Nih lo kan kacung, Pak Rivaldo bos. Sekali-kali lo mikir pakai otak dong Shil. Ya mungkin aja Pak Rivaldo nagih kerjaan lo. Ngerti, kan maksud gue?"
"Oh gue paham." Shilla kembali duduk lalu menyimpan file yang sudah ia kerjakan ke flashdisk. Buru-buru Shilla mencabut flashdisk untuk ia serahkan ke Pak Rivaldo. Kali ini ia tidak mungkin salah. Pak Rivaldo pasti menanyakan revisi hasil rapat kemarin.

Shilla berlari ke arah pintu ruangan Pak Rivaldo, tidak peduli dengan dirinya yang hampir jatuh karena high heelsnya sendiri.
"Masuk!"
Suara Pak Rivaldo yang sexy terdengar indah di telinga Shilla. Shilla pun segera masuk. Senyum terus ia aktifkan unlimited jika di hadapan Pak Rivaldo.
"Mau ngapain?" tanya Rivaldo tanpa menatap ke arah Shilla. Pria itu sibuk menatap layar laptopnya.
"Ini file yang bapak minta."

"Saya? Perasaan saya nggak minta file apapun ke kamu. Halu?"
"Terus kalau bukan file itu bapak minta apa tadi?"
"Perhatian."
"Hah? Gimana? Perhatian? Maksudnya Pak?" tanya Shilla pura-pura tidak paham. Padahal sekarang otaknya sudah mengeluarkan maklumat jika ia percaya dengan novel-novel yang ia baca tentang atasan yang diam-diam naksir ke bawahannya. Dimana atasannya ini sering marah, ngasih kerjaan banyak, seperti Pak Rivaldo ini.
"Halu aja terus Shil, sampai bayi onlinemu lahir. Maksudnya saya minta perhatian kalau saya mau ngomong!"

"Hehehe. Sekali lagi maaf Pak. Oh iya ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Nggak perlu bantuanmu. Bikinin kopi hitam aja sama beliin martabak mau saya bawa pulang buat mama."
"Bikinin kopi sama beliin martabak itu apa ya kalau bukan minta bantuan? Jadi pengin hujat," batin Shilla.
"Sekadar informasi, itu bukan bantuan. Tapi, perintah bos pada bawahannya," ujar Rivaldo seolah mengerti isi hati Shilla.
Tbc

Baca dan Unduh Novel

Kamu bisa juga membaca novel online gratis melalui aplikasi novel digital maupun situs web yang menyediakan layanan membaca novel secara online dengan gratis ataupun berbayar yang bisa kamu install di handphone kamu untuk membaca novel. 

Penyedia layanan baca novel online gratis diantaranya :

  • MangaToon
  • NovelMe
  • NovelToon
  • Wattpad
  • Dreame
  • Innovel
  • GoNovel
  • HiNovel
  • HotBuku
  • Globook
  • Fizzo (Fictum)
  • Novelaku
  • Google Book

Situs web atau aplikasi tersebut tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan maasing-masing tinggal kamu pilih mana yang cocok dan selalu nantikan update-update judul novel terbaru, terpopuler, tertrending, terviral yang babas404.blogspot.com rekomendasikan untuk dibaca.

Buku Novel Living with the DEVIL Karya Siti Umrotun Full Episode Gratis versi buku fisik dapat kalian dapatkan di Marketplace atau ditoko buku terdekat dengan harga yang berbeda-beda.

Jika kamu tertarik dengan novel ini, babas404 akan membagikan untuk kamu secara gratis. Cocok banget jika kamu sedang kehabisan stok novel untuk dibaca.

Detail Novel Living with the DEVIL PDF

Judul: Living with the DEVIL
Penulis: Siti Umrotun
Penerbit: Wattpad
Genre: Drama, Romantis
Rating: 4.9 (Sangat bagus)
Bahasa: Bahasa indonesia

Akhir kata

       Setelah membaca sinopsis, cuplikan dan detail novel apakah kamu tertarik untuk membaca, Novel ini dapat kamu baca lewat aplikasi dan website Wattpad yang dapat kamu unduh di google play store atau app store dengan cara mencari lewat kolom search atau melalui link yang ada dibawah.

    Terima kasih sudah membaca Babas404 dalam artikel Novel Living with the DEVIL Karya Siti Umrotun Full Episode Gratis semoga terhibur dan bermanfaat pastinya. Jangan lupa tuliskan pendapatmu dikolom komenter dibawah mengenai novel ini, apakah seru dibaca? itu saja yang dapat admin bagikan, sampai jumpa pada artikel-artikel lainnya🙏

Baca Novel Living with the DEVIL PDF DISINI

Baca juga :
Blogger, Web Disainner, Videomeaker, Programmer

Posting Komentar

© Babas404.com. All rights reserved. Developed by Jago Desain