Baca Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini

Baca Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini

Hallo semua.. Bagaimana kabarnya semoga baik dan sehat selalu yaa... Pada artikel kali ini babas404.com akan membagikan sebuah novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini PDF, Novel ini lumayan populer dan banyak dicari oleh para pembaca novel menjadikan novel ini sangat menarik untuk kamu baca.

Cocok banget buat kamu yang sedang mencari rekomendasi novel terbaru, tapi gak tau mau baca novel apa.

Di babas404 kamu dapat membaca novel online secara gratis bisa lewat handphone android dengan membuaka browser chrome atau safari yang menyediakan layanan membaca novel berbayar dan gratis.

Sinopsis Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini

"Ah manusia! Selalu tergiur oleh 'seandainya'. Seolah-olah dengan perkataan itu kita bisa membentuk dunia baru atau kehidupan lain yang sesuai dengan idaman masing-masing." Demikian kata hati Muryati ketika menerima berita bahwa tawanan Pulau Buru akan dibebaskan. Berita ini dia terima dari Winar, sahabatnya.

Muryati adalah seorang dari ribuan wanita yang tidak pernah tahu ke mana pasangan hidupnya pergi sesudah waktu kantor selesai. Kalau suami berkata "akan rapat," atau "menengok rekan yang sakit," atau "ke Pak RT merundingkan soal warga kampung," istri tentu percaya saja. Lelaki begitu leluasa meninggalkan rumah jika kesal mendengar rengekan anak, kalau pusing memikirkan serba tanggung jawab keuangan rumahtangga, bahkan pergi ke tempat tertentu bertemu dengan orang-orang tertentu guna membicarakan hal yang berlawanan dengan politik Pemerintah. Sedangkan para istri 24 jam terikat di rumah bersama kerepotan kehidupannya yang itu-itu melulu.

Lalu pada suatu hari, Muryati diberitahu bahwa suaminya terlibat. Mulai saat itu, perkataan "terlibat" akan menyertainya dalam seluruh kelanjutan hidupnya yang tiba-tiba menjadi jungkir balik. Bagaikan dijangkiti penyakit menular, tetangga dan lingkungannya mengucilkan dia. Bahkan saudara kandung dan kerabat dekatnya sekalipun. Dalam usahanya untuk meraih kembali pekerjaan yang telah dia tinggalkan lebih dari sepuluh tahun, di mana-mana pintu tertutup. Muka masam, kalimat sindiran atau mentah-mentah tolakan: khawatir dicurigai, takut terlibat!

Namun dalam kegelapan masa depan itu, lengan ibunya terbuka lebar merengkuhnya: Muryati kembali ke rumah orangtua bersama anak-anaknya. Dan ketegaran Ibu, si pedagang kecil inilah yang mengilhami kegigihan perjuangan Muryati untuk berjuang, mencari selinapan peluang di sana-sini, demi harga diri sebagai perempuan dan kemampuan orangtua tunggal yang membesarkan anak. Beruntun akan dia alami berbagai "bumbu" kehidupan. Malahan dia terpilih di antara sedikit orang yang di masa itu berkesempatan belajar ke luar negeri. Bahkan kebahagiaan yang sangat mewah: pengalaman mencintai dan dicintai laki-laki yang dia kira akan merupakan puncak jalan kehidupannya ....

Cuplikan Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini

Jalan Bandungan Karya Nh Dini Bagian 1

cerita itu memang mengejutkan. Patutlah jika Winar tidak mau memberitahukannya kepadaku di depan orang banyak. Dia hanya menganggukkan kepala sebagai isyarat supaya aku mengikutinya. Tapi aku tidak segera menanggapinya. Di dalam ruang kantor aku meneruskan percakapan dengan dosen-dosen lain mengenai sesuatu hal yang sebenarnya tidak penting. Sekalisekali kulihat Winar melongok ke arah kami. Baru setelah tiga kali hal itu terjadi, aku keluar.
Kok begitu lama! tegurnya kesal.
Aku tidak mempedulikannya. Ada apa, sih" Mengapa tidak mau berbicara di sana saja"
Winar berjalan menjauhi kantor dan aku terpaksa mengikutinya. Kukira dia akan menunjukkan sesuatu kepadaku. Tetapi dia berhenti setelah berada beberapa jauh dari kantor, di pinggiran yang beratap di samping bangsal tempat pertemuan-pertemuan besar. Badannya berbalik menghadapiku.
Benar, mereka akan dikeluarkan.
Seketika itu juga seluruh pancaindraku tegang, kepalaku tertegak. Kami berpandangan. Beberapa hari yang lalu dia menyampaikan desas-desus dari Ibukota. Sekarang mukanya menunjukkan kesungguhan, bahkan kekhawatiran. Dalam keterkejutanku, aku masih sempat berpikir.
Siapa saja yang akan dikeluarkan"
Kapan" Gelombang pertama diperkirakan sampai di Jakarta pertengahan bulan depan.
Sejenak tidak ada yang berbicara di antara kami. Winar tetap memandangiku. Aku tidak tahan menentang matanya. Matahari jam sepuluh pagi sudah membikin halaman sekolah silau menguning. Dahan-dahan angsana yang ditanam sebagai ganti akasia tahun lalu bersusah payah menjulur dan merentang guna memberikan lindungannya di sana-sini. Tak sesilir angin pun mengirim kesejukan. Mataku kutambatkan pada salah satu cabang pohon itu sambil hatiku lembut membisikkan nama Handoko. Dan sekilas ada perasaan yang menusuk, seolah-olah memperingatkan aku agar waspada akan datangnya sesuatu bahaya. Naluri wanitakah ini" Indra keenam atau ketujuh yang kadang secara aneh menelusup memberitahu kita untuk bersiaga" Bagaimana memberitahu suamimu"
Suara Winar tidak bertanya. Dia membunyikan kata-kata yang terselip di balik bisikan namanya. Jadi kawanku itu memikirkan hal yang sama. Berarti dia juga mengerti bahwa berita itu bukan sesuatu yang menguntungkan. Sebaliknya justru menyebabkan timbulnya masalah.
Kapan dia pulang" tanya Winar sambil tetap memandangiku. Paling cepat baru hari Jumat, sahutku.
Dia diam sebentar, lalu mengatakan perhitungannya. Mestinya Jumat sore atau petang, kemudian diam lagi. Sambil mengeluh dia menambahkan, Masih tiga hari penuh.
Dan aku membetulkan, Kalau dia baru sampai di rumah Jumat malam, ya berarti empat hari.
Senin pagi sudah berada di tempat kerjanya, ialah jembatan yang baru-baru ini runtuh karena tanah longsor dan banjir. Bersama regunya dia harus mengadakan pengamatan dan mencari kemungkinan-kemungkinan terbaik untuk pembangunannya kembali. Sementara menunggu kepulangannya, aku tidak bisa mengambil prakarsa apa pun. Kepalaku berpikir keras. Paling tidak, aku harus mendapatkan informasi selengkap mungkin mengenai berita itu.
Kau mendapat kabar itu dari sumbernya"
Ya, dari saudaraku yang itu. Kau tahu, dia yang selalu menolong kita.
Aku segera mengerti. Sekaligus aku semakin mempercayai kebenaran berita itu. Berkat bantuan saudara Winar itu pulalah selama ini aku selalu menemukan kelancaran di bidang urusan perizinan. Kalau saudara temanku itu memberikan instruksi, biasanya semua berlangsung tanpa hambatan. Tidak jarang perintahnya hanya berupa panggilan telepon kepada instansi yang bersangkutan. Aku mengakui bahwa selama ini campur tangannya selalu menunjukkan keampuhan yang meyakinkan.
Dari ruang terdekat, siswa-siswa mulai keluar. Kuliah yang diberikan pada jam paling pagi telah selesai. Berombongan mereka berjalan menjauh. Dua atau tiga orang mengelompok, berdiri di samping. Kami membalas salam mereka.
Kamu menelepon saudaramu untuk menanyakan hal itu" kataku karena ingin mendapatkan keterangan lebih lanjut.
Tidak. Kemarin ada CPM datang ke rumah menyampaikan pesan, bahwa saudaraku itu akan singgah di lapangan udara pagipagi ini. Aku baru saja kembali dari sana.
Jadi berita itu benar. Tak hentinya aku terheran-heran. Bamerupakan desas-desus. Dia dari kepulauan sana, lalu ke Ambon, tidur di Surabaya kemarin. Beberapa hari lagi Widodo tentu menyuratimu, kata Winar lagi. Kalau dia pulang, ke mana dia"
Kali itu pun temanku mengucapkan apa yang mendengungdengung dalam kepalaku. Winar menyuarakan persoalan yang memberati berita itu. Ya, akan ke mana dia" Karena tidak tahu bagaimana menjawab, aku menoleh. Sekali lagi mata kami saling bertatapan. Rumah peninggalan ibuku masih dikontrakkan. Jangka waktunya memang akan habis sebulan lagi. Penghuninya sudah memberitahu ingin memperpanjang kontraknya. Kami sedang merundingkan pilihan antara kenaikan harga atau perbaikan beberapa bagian rumah. Handoko memerlukan gudang sementara untuk tempat menyimpan barang-barangnya. Kalau pengontrak rumah ibuku mau memperbaiki atap dan saluran air, harga tidak akan dinaikkan. Di halaman belakang akan kami bangun gudang sederhana berlantai semen. Untuk itu kami terpaksa harus mengorbankan pohon kluwih dan beberapa pohon pisang. Kalau rencana itu jadi, luas halaman akan menyusut. Penghuni rumah itu tidak berkeberatan. Katanya malahan mengurangi pekerjaan membersihkannya. Seperti kata Winar, Widodo tentu akan mengirim surat sebegitu dia tahu akan keluar. Saudara satusatunya di Jawa hanyalah Handoko. Ataukah dia akan ke Klaten, ke tempat keluarga orangtuanya" Adakah di antara mereka yang mau menerimanya" Bagaimana reaksi Handoko jika mengetahui kakaknya akan pulang" Dan anak-anakku" Pikiran terakhir ini mendadak membikin keringat dingin mengalir deras di punggung dan pelipisku. Aku merasa sesak, sukar bernapas. Berlawanan dengan rasa kebakaran dalam diriku, peluh yang menggerayangi kulit
dan bersandar pada dinding.
Kau mau duduk" Ayo ke kantin saja! Aku tidak menyahut dan tidak beranjak. Sekali lagi pandanganku kulempar ke tengahtengah halaman, laju ke seberang, ke kelompok pemukiman yang ditumbuhi kehijauan lebih padat dari lingkup gedung-gedung sekolah. Winar menjawab salam beberapa mahasiswa. Aku menoleh, berusaha kembali sadar untuk cepat memikirkan apa yang harus kukerjakan di hari-hari dekat.
Buat sementara, kalau dia mau menengok anak-anaknya, biar tinggal di rumah kami, kata Winar.
Temanku ini sangat baik. Hari itu dia buktikan untuk kesekian kalinya kedermawanan hatinya bersama istrinya. Selama ini mereka berdua selalu membantu dan menopangku. Dulu di masamasa paling sukar, kebanyakan saudara dan kawan mengucilkan kami, Siswi dan Winar tetap membuka lengan buat merengkuh kami. Keakrabannya sungguhlah bersahabat dan sejati. Tetapi mereka adalah teman-temanku. Siswi tidak pernah bisa cocok dengan Widodo. Maukah yang akhir ini tinggal bersama mereka" Apa yang akan dia pikirkan" Dan orang-orang lain" Mengapa saudara sendiri dititipkan di tempat orang" Sebaliknya, kalau Widodo datang dan tinggal bersama kami, apakah orang-orang juga akan bisa diam" Aku bekas istrinya yang kawin dengan adiknya. Orang selalu usil dan jahil. Apa pun yang kami kerjakan pastilah akan dipergunjingkan. Serba salah. Apalagi anak-anaknya memang tinggal bersama kami. Sehingga Widodo mempunyai dua alasan seandainya berada di rumah kami: dia menengok anak-anaknya dan adiknya.
Empat belas tahun lamanya perpisahan itu. Anak sulungku dan adiknya pernah menengok satu kali ketika tempat tahanan
Untuk terakhir kalinya dia mengorbankan sisa-sisa perhiasannya guna membiayai perjalanan dan membeli berbagai keperluan Widodo. Seolah-olah sudah merasa, dia mendesakku agar memberi izin kepada Eko dan Widowati mengikuti rombongan menjenguk tahanan ke Nusakambangan. Katanya selagi ada kesempatan. Siapa tahu akan lama lagi bertemu kembali.
Waktu itu aku menyadari betapa pentingnya kelestarian hubungan antara bapak dan anak. Lebih penting dari hubunganku sendiri dengan suamiku. Seto masih terlalu kecil. Kenangan yang dia simpan mengenai bapaknya hanyalah merupakan pengaruh cerita dari kakak-kakaknya. Terus terang aku tidak pernah menolong menghidupkan maupun menambah kenangan tersebut. Sejak perkawinanku dengan Handoko, aku lebih ingin menghindari menyebut nama ataupun hal yang bersangkutan dengan bapak mereka. Kehadiran dua anak bersama kami memang tidak memudahkan kehendak tersebut. Sebagai ibu, aku tetap berkewajiban menjadi perantara ikatan anak pada bapak.
Seto malas menulis surat. Kukira tidak banyak anak di dunia ini yang dengan sukarela rajin menulis surat kepada orangtuanya. Meskipun Seto tahu bahwa bapaknya senang menerima berita langsung dari dia dan dia sendiri pun puas jika menerima surat tersendiri, terpisah di halaman lain. Tapi untuk duduk dan mencoretkan kalimat demi kalimat yang berbentuk surat, kami berdua harus berdebat berhari-hari. Aku tidak pernah bisa menyembunyikan kejengkelanku dalam hal ini. Pertama-tama disebabkan karena setiap kali mendesaknya menulis itu, aku terpaksa teringat bahwa aku pernah menjadi istri bapaknya Seto. Dengan ingatan itu, mau atau tidak, perasaan bawah-sadarku menggelitik lalu menggelegak untuk menampilkan ke permukaan lagi semembesarkan ketiga anak. Kehadiran ibuku bukan merupakan unsur pendidikan yang memperkuat disiplin bagi anak-anakku. Ibuku selalu lemah menghadapi cucu-cucunya. Semua ulah dan kenakalan mereka dibiarkan. Alasannya: Kasihan mereka, belum tahu apa-apa. Atau: Sudah, biarkan! Anak sebegitu kecil sudah tidak ditunggui bapaknya! Karena sering berada di luar rumah untuk mengajar, ibukulah yang kuharapkan bisa mengawasi anak-anakku. Meskipun begitu memanjakan, aku merasa sangat beruntung mempunyai Ibu.
Di saat-saat pergolakan hidup yang menggilas dan hampir menghancurkanku, aku masih bersyukur karena ibuku tidak menolakku. Kulihat di sekelilingku, tidak sedikit istri-istri senasib yang jauh lebih menderita. Ada yang tidak mempunyai orangtua lagi, sedangkan saudara-saudara menjauhi dan tidak sudi bergaul lagi dengannya. Ada yang masih memiliki orangtua, tetapi hubungan mereka menjadi dingin karena takut terlibat. Ibuku tidak begitu. Apa pun yang terjadi, rumahnya selalu terbuka untuk menjadi pelindung anaknya. Walaupun tampaknya dia bukan pendidik yang berdisiplin, ibuku mempunyai kekuatan sifat lainnya. Dia berani dan gigih. Sedari masa remaja aku menyaksikan betapa dia bekerja keras sebagai pedagang kecil untuk menambah jumlah pensiun Bapak yang sedemikian sedikit. Terdesak oleh kebutuhan guna menumbuhkan anak-anaknya, ibuku berani menantang pendapat umum. Tanpa menunggu selamatan seratus hari meninggalnya Bapak, Ibu sudah mendatangkan tukang. Dia menyuruh orang membikin warung di samping rumah. Sampai sekarang aku ingat betapa itu merupakan peristiwa besar di jalan tempat kami tinggal. Daerah itu tergolong pemukiman para priyayi yang disebut orang-orang terpandang.
Pada waktu itu, warung terdekat terletak di sebelah barat, empat petak perumahan jauhnya dari jalan kami. Apabila pembantu lupa membeli garam, kecap, atau kebutuhan pokok lain, dia harus berjalan ulang-alik paling cepat setengah jam.
Itulah sebabnya ibuku mengambil keputusan yang berani untuk menjadi bakul, pedagang kecil bumbu-bumbu. Katanya, dia tidak pernah tamat sekolah dan tidak memiliki kepandaian khusus. Tapi dia bisa menghitung dengan baik serta bisa memilih bahan makanan yang segar. Sambil mengawasi rumah tangganya, dia ingin mengerjakan sesuatu yang bisa menambah penghasilan. Maka, jadilah warung itu. Dan Ibu bekerja keras. Sesungguhnya kami anak-anaknya juga diminta membantu dia. Namun sangat sukar mengerahkan tenaga adik-adikku. Ibuku sendiri tidak pernah memaksa mereka. Dia tidak pernah mengeluh. Sampai larut malam aku sering melihat dia membungkusi gula setengah kilo demi setengah kilo, kue kering atau kacang goreng dua sendok demi dua sendok. Dia juga selalu siap melayani pembeli pada jam berapa pun. Berkat warung itulah kami bersaudara dapat terus sekolah, makan, dan berpakaian sepantasnya. Malahan kadangkala aku merasa lebih beruntung dari teman-temanku yang juga bernasib yatim. Ketika Bapak meninggal, aku sudah memulai sekolah kejuruan, pendidikan khusus untuk menjadi guru. Berulang-kali ayah kami berkata kepada Ibu bahwa apa pun yang terjadi, aku harus terus sekolah sampai mendapat ijazah. Meskipun anak perempuan, aku harus memiliki kepandaian dan bukti berupa ijazah sebagai bekal hidup. Ibuku menyetujuinya. Bukankah seringkali dia mengulangi penyesalannya karena tidak pernah menyelesaikan pelajarannya di zaman pendudukan Belanda"
Konon orangtua Widodo kecewa ketika mengetahui bahwa bakal menantunya adalah anak seorang janda yang mempunyai warung kebutuhan dapur. Dan setelah kami kawin, suamiku yang pertama itu bahkan berkali-kali membujuk ibuku supaya menghentikan usaha kecilnya itu. Untunglah Ibu tidak menggubrisnya. Karena ternyata berkat warung itu pulalah ibuku bisa membantu aku membesarkan anak-anakku. Seumpama dulu ibuku menuruti usul menantunya, hidup hanya dengan pensiun yang tipis dan jumlah sumbangan kecil dari sang menantu itu, kemudian aku terpaksa pulang ke rumah ibuku dengan membawa tiga anak, dengan apa kami bisa makan sebelum aku mulai bekerja kembali"

Baca dan Unduh Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini

Kamu bisa juga membaca novel online gratis melalui aplikasi novel digital maupun situs web yang menyediakan layanan membaca novel secara online dengan gratis ataupun berbayar yang bisa kamu install di handphone kamu untuk membaca novel. 

Penyedia layanan baca novel online gratis diantaranya :

  • MangaToon
  • NovelMe
  • NovelToon
  • Wattpad
  • Dreame
  • Innovel
  • GoNovel
  • HiNovel
  • HotBuku
  • Globook
  • Fizzo (Fictum)
  • Novelaku
  • Google Book

Situs web atau aplikasi tersebut tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan maasing-masing tinggal kamu pilih mana yang cocok dan selalu nantikan update-update judul novel terbaru, terpopuler, tertrending, terviral yang babas404.com rekomendasikan untuk dibaca.

Buku Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini Full Bab dan Episode versi buku fisik dapat kalian dapatkan di Marketplace atau ditoko buku terdekat dengan harga yang berbeda-beda.

Jika kamu tertarik dengan novel ini, babas404 akan membagikan untuk kamu secara gratis. Cocok banget jika kamu sedang kehabisan stok novel untuk dibaca.

Detail Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini PDF

Judul: Jalan Bandungan Karya Nh. Dini
Penulis: Nh. Dini
Penerbit: Gramedia
Rating: 4.9 (Sangat bagus)
Bahasa: Bahasa indonesia

Baca juga :

Akhir kata

       Setelah membaca sinopsis, cuplikan dan detail novel apakah kamu tertarik untuk membaca, Novel ini dapat kamu baca lewat aplikasi dan website Wattpad yang dapat kamu unduh di google play store atau app store dengan cara mencari lewat kolom search atau melalui link yang ada dibawah.

    Terima kasih sudah membaca Babas404 dalam artikel Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini Full Episode Gratis semoga terhibur dan bermanfaat pastinya. Jangan lupa tuliskan pendapatmu dikolom komenter dibawah mengenai novel ini, apakah seru dibaca? itu saja yang dapat admin bagikan, sampai jumpa pada artikel-artikel lainnya🙏

Baca Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini PDF DISINI

Baca juga :
Blogger, Web Disainner, Videomeaker, Programmer

Posting Komentar

© Babas404.com. All rights reserved. Developed by Jago Desain